Senin, 27 April 2009

Meningkatkan Pendapatan Petani UPT Pertanian Cikulur Kembangkan Budidaya Singkong

- Pada tahun ini di Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak direncanakan akan mengembangkan usaha budidaya singkong dengan target luas lahan tanam 145 hektare. Hal itu dikatakan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPT) Dinas Pertanian Kecamatan Cikulur, Baum Sobandi.

Dikatakan Baum, budidaya singkong tersebut akan dilakukan di 10 desa yang ada di Kecamatan Cikulur, diantaranya, Desa Muncangkopong (15 hektare), Tamanjaya (20 hektare), Curgpanjang (20 hektare), Anggalan (15 hektare), Muaradua (20 hektare), Cigoong Utara (10 hektare), cigoong Selatan (15 hektar), Cikulur (15 hektare), Sukadaya (15 hektare) dan Desa Pasir Gintung (10 hektare).

“Direncanakan tahun ini di Kecamatan Cikulur akan dikembangkan budidaya singkong dengan luas lahan 145 hektare yang tersebar di 10 desa di Kecamatan Cikulur. Saat ini, kami sedang melakukan pemetaan dan pendataan,” kata Baum pada penulis.

Tujuan kegiatan budidaya singkong tersebut, lanjut Baum, upaya pemberdayaan masyarakat petani, dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, yang tadinya singkong itu memiliki nilai jual sangat rendah bahkan tidak laku. Maka, dengan kegiataan ini, diharapkan singkong tersebut memiliki arti serta nilai jual yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui program system mukibat (kawinan –red).

Analisa Usaha Budidaya Singkong

Dijelaskan Baum, dilihat dari analisa usaha budidaya singkong. Dari hasil produksi petani dengan cara tradisional, biasanya jarak tanam 1 meter X 1 meter, jumlah populasi 10 ribu batang per hektare, menghasilkan 2 kg per batang sehingga hasil produksi seluruhnya 20 ton per hektare. Kemudian dijual dengan harga Rp. 350,- per kilogram. Dihitung, Rp. 350 X 20 ton = Rp. 7.000.000.-. Biaya produksi dengan cara petani tradisional Rp. 3.500.000,- per hektare.

Sedangkan, lanjut Baum lagi, kalau dilakukan dengan cara system Mukibat atau inovasi teknologi pertanian, biaya operasional produksi Rp. 15 juta per hektare, hasil produksi dengan jarak tanam 1,5 meter X 1,5 meter dengan jumlah populasi 4360 batang per hektare, menghasilkan 30 Kg per batang, sehingga hasil seluruhnya 120 ton per hektare. Dihitung Rp. 350,- X 120 ton = Rp. 42 juta. Dari hasi itu, kata Baum, petani mempunyai pendapatan selama 10 bulan, Rp. 42 juta (hasil produksi) dikurangi Rp. 15 juta (biaya produksi) = Rp. 27 juta, jadi pendapatan per bulan petani Rp. 2,7 juta.

Untuk itu, imbuh Baum, dengan telah berdirinya pabrik Bio Etanol di Kecamatan Cikulur, diharapkan para petani di Cikulur tidak menjadi penonton. Petani di Cikulur harus menjadi pemasok kebutuhan pabrik Bio Etanol, sehingga dengan sendirinya dapat meningkatkan tarap hidup ekonomi petani dan tingkat kesejahteraan petani di Kecamatan Cikulur.

“Saya berharap para petani di Cikulur menjadi penikmat keberadaan Pabrik Bio Etanol dengan memasok kebutuhan pabrik tersebut. Amat disayangkan apabila pemasok kebutuhan pabrik dipenuhi oleh petani luar Kecamatan Cikulur,” kata Baum.

Sementara itu, Ketua Gabungan kelompok tani (Gapoktan) Desa Cigoong Selatan, Oni Madroni saat ditemui penulis dikediamannya, menyambut gembira dengan adanya program yang terfokus pada sektor pertanian. Menurutnya, program kegiatan budidaya singkong memiliki prospek yang baik serta dapat meningkatkan pendapatan ekonomi para petani, sehingga tidak menutup kemungkinan petani akan beralih usaha budidaya singkong.

“Pada intinya, kami menyambut gembira terhadap program yang terfokus pada sektor pertanian. Kami menilai, pengembangan usaha budidaya singkong memiliki prospek yang baik bagi petani dalam upaya peningkatan pendapatan ekonomi dan kesejahteraan petani. untuk itu, kami akan mendukung dan mengikuti melaksanakan program tersebut,” kata Oni.

RA. Sudrajat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar